Karya : Eva Safitri Yuliana
Pada suatu hari Uswa dan anak anak didiknya sedang
melihat film kartun di rumah Uswa. Setelah itu, anak anak didiknya Uswa bermain
pocong pocongan. Lalu, tiba tiba muncullah sebuah ide dari otak Uswa.
“aha” (menemukan ide)
“hei, jangan bermain kayak gitu. Kalian tau nggak, ntar
malem pas kalian tidur. Kalian di datengi ma pocongnya. Karna kalian dah berani
beraninya niru gaya si pocong. Terus, ntar kaki kalian di iket pakek talinya si
pocong” (wajah serius)
Lalu Uswa pun bertanya
“knapa kalian ketakutan? nggak usah takut. Toh nanti
ketika kita meninggal, kita juga akan di bungkus seperti pocong.
(mereka semakin ketakutan dan menangis)
“hei, ngapain nangis? gini deh sekarang, mbak Uswa mau
cerita. Dengerin”
Mulai bercerita
“Kalian sayang tidak sama Ibu dan Bapak?”
Mereka hanya diam sambil menangis
“ingat. jangan pernah kalian sekali kali menyakiti hati
orang tua. Terutama Ibu. Kalian tau tidak, kalau ibu itu sangat berjasa dalam
hidup kita. Terkadang seorang ibu harus memilih antara dia yang hidup atau
anaknya. Tapi sang ibu lebih memilih kelahiran sang anak. Karna apa???? Sang
ibu ingin anak itu melihat dan merasakan kehidupan di dunia”
Semakin hening suasana. Hanya ada isak tangis dari anak
anak didik Uswa
“jika sekali saja kalian membuat mata seorang ibu
meneteskan air mata. Dan ibu kalian tidak terima, tidak akan memaafkan kalian.
Maka, kuasa Allah akan terjadi. Makam mu, jasad mu tidak akan di terima Allah.
Karna Ibu mu masih belum memaafkan mu. Naudzubillahimindzaliq.”
“Coba kalian bayangkan! Bagaimana kalau saat ini juga
orang tua mu dipanggil oleh Allah SWT. Menyesalkah kalian??? Pasti sangat
menyesal.”
“Mbak Uswa dulu juga begitu. Suka membangkang, membentak ibu. Tapi ketika Ibu pergi. Mbak Uswa baru menyesal. Andai ibu masih disini pasti Uswa tidak akan durhaka lagi. Tapi apa daya. Semua itu tidak bisa diputar.”
“Mbak Uswa dulu juga begitu. Suka membangkang, membentak ibu. Tapi ketika Ibu pergi. Mbak Uswa baru menyesal. Andai ibu masih disini pasti Uswa tidak akan durhaka lagi. Tapi apa daya. Semua itu tidak bisa diputar.”
“Kalian kan masih lengkap orang tuanya. Jadi, jangan
membangkang ya kalau di kasih tau orang tua. Ntar kalau kalian di tinggal pergi
orang tua kalian. Kalian nggak ada yang masakin, ngasih uang jajan. Kayak mbak
Uswa. Tiap pagi, sarapan buat sendiri. Kadang malah nggak sarapan. Kadang mbak
Uswa nggak jajan di sekolah. Karna apa? mbak Uswa menyadari kondisi keuangan
Bapaknya mbak Uswa. Jadi, sayangilah kedua orang tu kalian. Jangan membuatnya
sakit hati. Apalagi sampai menangis.”
Kurang lebih setengah jam Uswa bercerita. Akhirnya,
mereka pun menangis di pelukan Uswa. Lalu Uswa pun mengambil foto ibunya.
“Ibu, Uswa kangen sama ibu” (mencium foto sang ibu
lalu memeluknya”
“Kalian kalau kangen sama orang tua kalian. Kalian bisa
memeluknya. Kalau orang tua kalian sedang bekerja. Kalian bisa telfon. Nah mbak
Uswa. Suruh meluk mayat??? Hanya foto yang bisa mengobati rasa rindu mbak Uswa”
“Dah malam. Sekarang kalian pulang. Besok sekolah”
Mereka pun pulang ke rumah masing masing sambil
menyisakan air mata.
0 komentar:
Posting Komentar